Oleh:
Anggita Ghina Safira 11 MIPA 2
Sinar matahari merembes masuk di
sela dedaunan hijau menyambut kedatanganku di Mangrove. Kawasan konservasi
hutan bakau seluas 9 hektare ini menjadi pilihanku untuk "hang-out" bersama
teman-teman saat menghabiskan waktu liburan semester di kota kelahiranku,
Tarakan, kota BAIS (Bersih Aman Indah Sejahtera).
Tidak seperti lahan hutan konservasi
pada umumnya yang berada di ujung daerah, lahan konservasi hutan mangrove ini
berada tepat di jantung kota Tarakan tepatnya di Jalan Gadjah Mada, sebelah
"Gusher", salah satu kompleks pusat perbelanjaan di kota Tarakan.
Tempatnya yang stategis tambah menyulut gairah pengunjung untuk menggauli
tempat ini.
Berawal dari inisiatif mantan
Walikota Tarakan Jusuf S.K, yang melihat akan besarnya potensi hutan bakau
Tarakan yang kian terancam punah oleh pembangunan perumahan penduduk, maka
terciptalah keinginan beliau membuat suatu lahan konservasi hutan bakau beserta
faunanya. Dan pada 5 Juni 2003 berdirilah Kawasan Konservasi Mangrove dan
Bekantan (KKMB)
Kawasan
Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) ini berperan sebagai tempat
pembelajaran, rekreasi, ataupun penelitian di Kota Tarakan ini. Untuk penelitian,
KKMB ini menjadi tempat tujuan peniliti-peneliti domestik, maupun mancanegara.
Terbukti dari peneliti asal Jepang, yang mengemukakan bahwa dia menemukan
spesies pohon bakau yang berumur ratusan tahun yang sangat langka.
Tentu saja saat berkunjung ke KKMB
,hal yang paling ditunggu-ditunggu adalah melihat, "Bekantan". Belum
afdol rasanya jika mengunjungi mangrove, belum melihat Bekantan. Monyet yang
dijuluki monyet Belanda ini juga menjadi ikon andalan Kota Tarakan. Hidungya
yang besar dan menjulur menutupi sebagian mulutnya ,serta warna bulunya yang
pirang kemerahan mengundang daya tarik
wisatawan.
Saat itu
aku datang pukul 2 siang, Sulit sekali menemukam bekantan, namun tak terasa
tiba-tiba banyak sekali rombongan bekantan yang datang, ternyata sudah pukul 3
sore. Itu termasuk saat-sàat dimana Bekantan keluar dari persembunyiannya untuk
makan. Selain itu Bekantan juga makan
pada jam 9-10 pagi.
Saat ini
ada sekitar kurang lebih 47 ekor bekantan di KKMB. Hmm, jumlah yang cukup
sedikit sepertinya untuk kawasan konservasi sebesar 9 hektare yang hendak
dibesarkan menjadi 13 hektare ini. Ternyata usut punya usut, Bekantan bukan
satwa asli dari Tarakan namun ,"nenek buyut" para Bekantan di KKMB
ini dikirim dari Berau.
Ada 3 atmosfir berbeda yang dapat
dilihat di KKMB ini.
a) Atmosfir sekelebat hutan yang
sangat asri dilengkapi dengan satwa-satwanya seperti: Bekantan, Monyet ekor
panjang, Burung Elang Bondol, Burung Kipasan Belalang, dan berbagai macam jenis
laba-laba.
b) Saat surut ,kita dapat melihat ekosistem rawa dimana
kepiting warna warni berpesta ,lalu ikan tempakul meloncat riang, Kapah,
Temberungun, bahkan Kepiting Bakau menampakan diri.
c) Lalu saat pasang ,ada ular laut, ikan, dan satwa lain
yang bermain-main di antara akar tunggang.
Fasilitas KKMB ini cukup lengkap, ada
taman bacaan, tempat wi-fi, kantor kepengurusan KKMB, tempat duduk yang selalu
ada di setiap rute, tempat untuk membeli snack dan minuman, tak lupa tempat
membeli oleh-oleh khas KKMB, yang
terakhir tempat penitipan helm.
Sekian
ulasan saya tentang Mutiara hijau Tarakan ini, walaupun sudah sangat memadai
namun masih butuh perhatian lebih dari pemerintah. Wassalamu'alaikum teman.