Rabu, 06 Januari 2016

Mangrove - Mutiara Hijau Kota BAIS



Oleh: Anggita Ghina Safira 11 MIPA 2

           Sinar matahari merembes masuk di sela dedaunan hijau menyambut kedatanganku di Mangrove. Kawasan konservasi hutan bakau seluas 9 hektare ini menjadi pilihanku  untuk "hang-out" bersama teman-teman saat menghabiskan waktu liburan semester di kota kelahiranku, Tarakan, kota BAIS (Bersih Aman Indah Sejahtera).

          Tidak seperti lahan hutan konservasi pada umumnya yang berada di ujung daerah, lahan konservasi hutan mangrove ini berada tepat di jantung kota Tarakan tepatnya di Jalan Gadjah Mada, sebelah "Gusher", salah satu kompleks pusat perbelanjaan di kota Tarakan. Tempatnya yang stategis tambah menyulut gairah pengunjung untuk menggauli tempat ini.

           Berawal dari inisiatif mantan Walikota Tarakan Jusuf S.K, yang melihat akan besarnya potensi hutan bakau Tarakan yang kian terancam punah oleh pembangunan perumahan penduduk, maka terciptalah keinginan beliau membuat suatu lahan konservasi hutan bakau beserta faunanya. Dan pada 5 Juni 2003 berdirilah Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB)

          Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) ini berperan sebagai tempat pembelajaran, rekreasi, ataupun penelitian di Kota Tarakan ini. Untuk penelitian, KKMB ini menjadi tempat tujuan peniliti-peneliti domestik, maupun mancanegara. Terbukti dari peneliti asal Jepang, yang mengemukakan bahwa dia menemukan spesies pohon bakau yang berumur ratusan tahun yang sangat langka.
  
          Tentu saja saat berkunjung ke KKMB ,hal yang paling ditunggu-ditunggu adalah melihat, "Bekantan". Belum afdol rasanya jika mengunjungi mangrove, belum melihat Bekantan. Monyet yang dijuluki monyet Belanda ini juga menjadi ikon andalan Kota Tarakan. Hidungya yang besar dan menjulur menutupi sebagian mulutnya ,serta warna bulunya yang pirang kemerahan  mengundang daya tarik wisatawan.
           Saat itu aku datang pukul 2 siang, Sulit sekali menemukam bekantan, namun tak terasa tiba-tiba banyak sekali rombongan bekantan yang datang, ternyata sudah pukul 3 sore. Itu termasuk saat-sàat dimana Bekantan keluar dari persembunyiannya untuk makan.  Selain itu Bekantan juga makan pada jam 9-10 pagi.
           Saat ini ada sekitar kurang lebih 47 ekor bekantan di KKMB. Hmm, jumlah yang cukup sedikit sepertinya untuk kawasan konservasi sebesar 9 hektare yang hendak dibesarkan menjadi 13 hektare ini. Ternyata usut punya usut, Bekantan bukan satwa asli dari Tarakan namun ,"nenek buyut" para Bekantan di KKMB ini dikirim dari Berau.
          Ada 3 atmosfir berbeda yang dapat dilihat di KKMB ini.
a) Atmosfir sekelebat hutan yang sangat asri dilengkapi dengan satwa-satwanya seperti: Bekantan, Monyet ekor panjang, Burung Elang Bondol, Burung Kipasan Belalang, dan berbagai macam jenis laba-laba.

b) Saat surut ,kita dapat melihat ekosistem rawa dimana kepiting warna warni berpesta ,lalu ikan tempakul meloncat riang, Kapah, Temberungun, bahkan Kepiting Bakau menampakan diri.

 
c) Lalu saat pasang ,ada ular laut, ikan, dan satwa lain yang bermain-main di antara akar tunggang.

          Fasilitas KKMB ini cukup lengkap, ada taman bacaan, tempat wi-fi, kantor kepengurusan KKMB, tempat duduk yang selalu ada di setiap rute, tempat untuk membeli snack dan minuman, tak lupa tempat membeli oleh-oleh  khas KKMB, yang terakhir tempat penitipan helm.

          Sekian ulasan saya tentang Mutiara hijau Tarakan ini, walaupun sudah sangat memadai namun masih butuh perhatian lebih dari pemerintah. Wassalamu'alaikum teman.